Selasa, 10 November 2009

LANJUTAN BAB II

Hal 2......
tang perkawinan sumbang antara seorang laki-laki dengan ibu
kandungnya (mother incest prophecy) dan pembunuhan ayah oleh
putra kandungnya secara tidak sengaja. Di Indonesia dongeng
yang setipe dengan Oedipus, yaitu dongeng Sangkuriang atau
disebut juga ”Legenda Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu”
dari Jawa Barat. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat
mite ”Prabu Watu Gunung” dan dari Nanga Serawai Kalimantan
Barat terdapat dongeng ”Bujang Munang”. Dongeng biasa lainnya
di Indonesia yang penyebarannya luas adalah yang bertipe
Swan Maiden (Gadis Burung Undan), yaitu dongeng atau legenda
mengisahkan seorang putri yang berasal dari burung undan atau
bidadari, yang terpaksa menjadi manusia karena kulit burungnya
atau pakaian bidadarinya disembunyikan seseorang sewaktu ia
sedang mandi. la kemudian menjadi istri laki-laki itu dan baru
dapat kembali ke kayangan setelah menemukan kembali kulit,
pakaian burung atau pakaian bidadarinya. Dongeng biasa seperti
ini selain terdapat di Indonesia juga terdapat di India, Spanyol,
Jerman, Perancis, Arab, Persia, Polinesia, Melanesia, Australia dan
Eskimo. Beberapa contoh dari Indonesia adalah dongeng Raja Pala
dari Bali, Joko Tarub dari Jawa Timur (Tuban) dan Pasir Kujang
dari Pasundan, Jawa Barat.
Tampaknya cerita rakyat Indonesia, khususnya yang berasal
dari suku bangsa Jawa, Sunda, dan Bali banyak memperoleh
pengaruh dari luar. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa
mereka telah mengambil alih begitu saja dari luar, melainkan
telah mereka olah terlebih lanjut sesuai dengan kebudayaan
mereka sehingga tidak terasa keasingannya. Keadaan demikian
wajar, sebab sejarah bangsa Indonesia sejak dahulu kala memang
bersentuhan dengan peradaban-peradaban besar seperti Hindu,
Islam, Cina dan Ero-Amerika.
2. Folklor
Folklor adalah adat-istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang diwariskan
secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan
kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun.
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris.
Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata
dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata berarti sekelompok
orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan
kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok
sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna
kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan,
dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah
bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan
yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua
generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain
itu, yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran
akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan
tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara
lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan
demikian, pengertian folklor adalah bagian dari kebudayaan yang
disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat.
Perkembangan folklor tidak hanya terbatas pada golongan
petani desa, tetapi juga nelayan, pedagang, peternak, pemain sandiwara,
guru sekolah, mahasiswa, tukang becak, dan sebagainya.
Demikian juga penelitian folklor bukan hanya terhadap orang Jawa,
tetapi juga orang Sunda, orang Bugis, orang Menado, orang Ambon
dan sebagainya. Bukan hanya untuk penduduk yang beragama
Islam, melainkan juga orang Katolik, Protestan, Hindu Dharma,
Buddha, bahkan juga Kaharingan (Dayak), Melohe Adu (Nias),
dan semua kepercayaan yang ada. Folklor juga berkembang baik
di desa maupun di kota, di keraton maupun di kampung, baik pada
pribumi maupun keturunan asing, asal mereka memiliki kesadaran
atas identitas kelompoknya.
Agar dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan
lainnya, harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor. Folklor
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(a) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara
lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu
generasi ke generasi selanjutnya.

(b) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif
tetap atau dalam bentuk standar.
(c) Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah
mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap
bertahan.
(d) Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui
lagi orangnya.
(e) Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya
misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya
cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan
kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
(f) Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat
misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes
sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
(g) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak
sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi
folklor lisan dan sebagian lisan.
(h) Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
(i) Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali
kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak
folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia
yang jujur.
Dalam mempelajari kebudayaan (culture) kita mengenal adanya
tujuh unsur kebudayaan universal yang meliputi sistem mata
pencaharian hidup (ekonomi), sistem peralatan dan perlengkapan
hidup (teknologi), sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem
pengetahuan, dan sistem religi. Menurut Koentjaraningrat
setiap unsur kebudayaan universal tersebut mempunyai tiga
wujud, yaitu:
(a) wujud sistem budaya, berupa gagasan, kepercayaan, nilainilai,
norma, ilmu pengetahuan, dan sebagainya;
(b) wujud sistem sosial, berupa tindakan sosial, perilaku yang
berpola seperti upacara, kebiasaan, tata cara dan sebagainya;
(c) wujud kebudayaan fisik.
Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat,
membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan
tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
a. Folklor Lisan
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang
meliputi sebagai berikut:
(1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu,
otomatis;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar